A. Tentang Kata Problematik Bahasa
Ada pengguna bahasa yang dalam berbahasa menggunakan kata mengorganisir dan ada pula yang menggunakan mengorganisasikan. Setiap pasangan bentukan kebahasaan di atas cukup produktif dalam penggunaannya. Hal itu merupakan salah satu contoh sederhana problematik penggunaan bahasa. (Kataproblematik dianggap kata benda, kata sifatnya adalah problematis. Rujukannya adalah kata sistematikyang tergolong kata benda dan kata sifatnya adalah sistematis.)
Ada kelompok pengguna bahasa atau kelompok ahli bahasa yang tidak menyatakan bentukan bahasa itu salah atau benar. Problematik penggunaan bahasa ialah persoalan alternatif penggunaan bahasa yang berkembang. Alternatif yang satu adalah alternatif yang kurang atau tidak sesuai dengan aturan, dan alternatif yang kedua adalah alternatif yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Problematik penggunaan bahasa itu merupakan persoalan penggunaan bahasa yang tidak mudah untuk diselesaikan dan terus berkembang.
Problematik penggunaan bahasa Indonesia ini sulit untuk diselesaikan, malahan terus berkembang. Ada beberapa faktor mengakibatkannya.
1. Ada kecenderungan bahwa bahasa yang menyimpang itu lebih populer dan lebih sederhana pengucapannya. Misalnya, bentukan lebih fokus, akan melegalisir, harus dilokalisir, sudah koordinasi, lebih sederhana daripada bentukan lebih terfokus,akan melegalisasi, harus dilokalisasi, sudah berkoordinasi.
2. Sudah menjadi rumusan pasti, bahwa bahasa yang dimiliki dan digunakan oleh seseorang adalah habitatnya, adalah kebiasaannya (Language is a habit, kata penganut behaviorisme).
3. Walaupun dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan bentukan bahasa yang problematis (baca menyimpang), mulai dari bunyi, kata, frasa, sampai kalimat, baik dalam situasi formal maupun informal, tak terjadi ketidakterpahaman tentang apa yang diungkapkannya.
4. Sikap bahasa yang masih harus dipupuk agar karakter cinta bahasa terus berkembang. Akhirnya, karakter cinta bangsa dan cinta negeri akan menjadi lebih menyenangkan.
B. Problematik Penyusunan Kalimat
1. Interferensi Intrabahasa
Dalam kamus Linguistik, Kridalaksana mencatat bahwa interferensi ialah penggunaan unsur bahasa lain oleh seorang multibahasawan secara individual. Interferensi bisa juga berupa penggunaan unsur bahasa sendiri terhadap bahasa atau dialek lain yang dipelajari. Jadi, interferensi itu terjadi antara dua bahasa atau antara bahasa dengan dialeknya.
Interferensi intrabahasa ialah penggunaan unsur atau sistem lain terhadap unsur atau sistem yang lain dalam satu bahasa.
a) Contoh interferensi intrabahasa dalam bentukan kata
Gejala interferensi intrabahasa dalam bentukan kata, selain dalam kata merubah,terjadi pula dalam bentukan kata dipungkiri, dipelajarkan, mengenyampingkan, mempertinggikan dan pengoptimalisasian. Seperti yang terkandung dalam kalimat berikut.
1) Walau bagaimanan pun kesalahannya itu tidak bisa dipungkiri.
2) Mereka tidak boleh mengenyampingkan tugas utamanya dibidang kebersihan
3) Apakah kehidupan ber-Pancasila dipelajarkan kepada mereka?
4) Bagaimana cara mereka mempertinggikan gedung yang sudah cukup tinggi itu?
5) Harus diadakan program pengoptimalisasian kerja staf kita.
Bentukan kata dipungkiri terinteferensi pola bentukan bunyi /p/ berubah menjadi /m/ seperti dalam tata bentukan potong-memotong-dipotong dan pikul-memikul-dipikul. Karena ada bentukan kata memungkiri, sesuai dengan pola itu, maka ada pula bentukan dipungkiri. Padahal tidak ada leksempungkir dalam kamus, yang ada adalah leksem mungkir. Dengan begitu, bentukan dipungkiri itu merupakan bentukan yang menyimpang. Harusnya kita menggunakan bentukan dimungkiri dengan leksem mungkir.
a. Contoh interferensi intrabahasa dalam bentukan frasa
Berikut contoh interferensi intrabahasa dalambentukan frasa.
1) Dia tidak bergeming, tidak mau mengubah pendiriannya. Frasa tidak bergeming, berasal dari dua bentukan frasa yang betul, yakni:
· Tidak bergerak
· Tetap bergeming
2) Kemarin kita menyaksikan pertandingan antara regu A melawan regu B. Frasaantara regu A melawan regu B berasal dari bentukan frasa yang betul, yakni:
· antara regu A dan regu B
· regu A melawan regu B
C. Contoh interferensi intrabahasa dalam bentukan kalimat
- Di jalan penuh kendraan. (K+P+Pel). Kalimat ini berasal dari dua kalimat yang betul, yakni kalimat :
Di jalan banyak kendraan. (K+P+S)
Jalan penuh kendaraan. (S+P+Pel)
- Di setiap kota kabupaten memiliki Kantor Cabang BNI ’46. (K+P+O). Kalimat ini berasar dari dua kalimat yang betul, yakni kalimat:
Di setiap kota kabupaten ada Kantor Cabang BNI ’46. (K+P+Pel)
Setiap kota kabupaten memiliki Kantor Cabang BNI ’46. (S+P+O)
2. Gejala Pengaruh Kalimat Transitif
Secara umum kalimat transitif bisa diubah menjadi kalimat pasif, seperti contoh berikut:
1a. Kemarin Anda mengemukakan hal itu.
1b. Kemarin hal itu Anda kemukakan.
2a. Matahari menyinari bumi terus menerus.
2b. Bumi disinari matahari terus menerus.
Proses alih bentuk kalimat aktif transitif menjadi kalimat pasif seperti contoh di atas berpengaruh terhadap kalimat intrasitif yang berpelengkap kata kerja transitif ntuk dialih bentuk menjadi “kalimat pasif”. Akibatnya “kalimat pasif”, yang di hasilkan berbeda sekali isinya dengan kalimat asal, bahkan ada yang bernalar salah.
Contoh kalimat yang berpelengkap kata kerja transitif dimaksudkan:
1) Anak-anak/ingin/ memebeli sepatu merek itu (S+P+Pel)
2) Mereka/mau/menghilangkan jejaknya. (S+P+Pel)
Kalimat diatas bukan kalimat transitif. Perhatikan saja unsur predikat setiap kalimat yang dicetak tebal itu. Namun, karena ada pengaruh dari kata kerja yang menjadi pelengkap kalimat, kalimat intrasitif itu seperti kalimat transitif. Akibatnya pengguna bahasa mengubah kata menjadi kata kerja pasif. Terjadilah kalimat “pasif” yang memiliki kekeliruan besar seperti kalimat ubahan dibawah ini.
(1a) Sepatu merek itu/ingin/dibeli/oleh anak-anak. (S+P+Pel+K)
(2a) Jejaknya/mau/dihilangkan/oleh mereka. (S+P+Pel+K).
3. Gejala Penyederhanaan (Simplifikasi)
a. Penyederhanaan bentukan kata
Dalam berbahasa lisan, terjadi penyederhanaan bentukan kata dengan contoh sbb:
(1) Sudah adaptasi
(2) Harus tetap semangat
(3) Sudah koordinasi
Bentukan adaptasi,semangat, koordinasi, seperti yang tertera dalam KBBI, bukan kata kerja dan bukan kata keadaan, melainkan kata benda. Karena itu pasangan frasa-frasa di atas, antara unsur atribut dan unsur intinya, bagaikan minyak dengan air , tidak koheren alias tidak padu. Pasangan tersebut akan padu jika kata benda yang dijadikan unsur inti frasa diubah menjadi kata kerja, atau keadaan,seperti berikut.
(1a) Susah beradaptasi
(2a) Harus tetap bersemangat
(3a) Sudah berkoordinasi
b. Penyederhanaan preposisi
Problematik penyederhanaan preposisi terjadi pada penggunaan preposisi yang idiomis, yaitu preposisi berikut :
(1) Terdiri dari atau terdiri atas
Dalam penggunaannya kadang-kadang preposisi dari dan atas itu dibuang.
Contoh : perguruan tinggi itu terdiri enam fakultas
(2) Sesuai dengan
Dalam penggunaannya, preposisi dengan seringkali dihilangkan,
Contoh : Tindakan itu sudah sesuai ketentuan yang berlaku
(3) Sehubungan dengan
Dalam penggunaannya, preposisi dengan acapkali dihilangkan.
Contoh : Sehubungan akan dilangsungkannya upacara tersebut, mak dengan ini kami umumkan hal-hal sebagai berikut.
c. Pelesapan Konjungsi
Dalam surat-surat dinas atau pengumuman, ada kecendrungan konjungsi yang menandai makna hubungan tertentu (Baca: kalimat majemuk dan kalimat kompleks) juga dihilangkan seperti dalam kalimat penggalan berikut:
(1) Merujuk ketentuan akademik kita, nilai 3,51 itu tergolong yudisium cum laude.
(2) Memerhatikan pendapat para peserta rapat, dapatlah dirumusan kesimpulan-kesimpulan hasil rapat ini seperti berikut.
Bagian kalimat yang diawali dengan kata-kata yang dicetak tebal itu berfungsi sebagai klausa bawahan atau anak kalimat. Karena konjungsi antara klausa bawahan dengan klausa inti dihilangkan, makna hubungan antara dua jenis klausa tersebut menjadi tidak jelas atau tidak eksplisit.
4. Predikat Bentuk Pasif Persona
Dalam uraian jenis-jenis kalimat ada dikemukakan jenis kalimat pasif pesona atau pasif berkata ganti. Dalam hubungannya dengan kalimat pasif persona inilah muncul problematik bentuk predikat. Persisnya problematik itu terjadi dalam frasa susunan katabagian predikat pasif seperti berikut.
(1) Ihwal rendahnya uang kuliah kita harus bicarakan dalam rapat lengkap.
(2) Pembukaan kelas sore kami akan rapatkan lebih dahulu
Bagian kalimat pasif di atas ingkar dari ketentuan bahwa antara kata ganti diri dengan pokok kata di bagian predikat tidak bisa disisipkan jenis kata apapun. Dalam bentuk pasif di atas ada penyisipan kata keterangan: sudah,akan.
Sebaiknya, susunan frasa itu sbb:
(1a) ... harus kita bicarakan dalam rapat lengkap.
(2a)... akan kami rapatkan lebih dahulu.
5. Gejala Subjek Proposional
Ada kalimat lazim sekali diucapkan baik dalm situasi sehari-hari atau adalam situasi formal yang subjeknya berpreposisi tentang atau mengenai seperti kaimat berikut.
(1) Tentang akan dibukanya program baru/belum dibicarakan. (S+P)
(2) Mengenai hal itu/ belum kami ketahui. (S+P)
Menurut bahasa, ada perbedaan makna antara subjek berposisi tentang dan mengenai dengan subjek yang tanpa preposisi tersebut.
6. Frasa “Saling pengertian” dan “saling ketergantungan”.
Bentukan kata pengertian dan ketergantungan bukan kata kerja melainkan kata benda. Dengan begitu, konstruksi saling pengertian dan saling ketergantungan sejalan dengankonstruksi saling bangunan, saling perusahaan, saling kekayaan, atau saling kemerdekaan. Tentu saja, setiap pengguna bahasa Indonesia akan menyatakan sebagai konstruksi yang aneh, seperti kaliamt berikut :
(1) Karena adanya saling pengertian kedua belah pihak, sengketa perbatasan itu dapat diselesaikan dengan baik.
(2) Masyarakat modern ditandai dengan adanya prinsip saling ketergantungan antar profesi.
7. Frasa Eliptis
Subjek eliptis (elliptical subject) atau subjek yang dilesapkan merupakan gejala yang lazim dalam penggunaan bahasa. Dalam struktur kalimat majemuk dan kalimat kompleks, gejala subjek eliptis ini merupakan salah satu indikasi kalimat efektif. Sebaliknya, jika pelesapan subjek itu tidak betul, malahan terjadi ketidakberesan kalimat.
Contoh :
(1) Karena pembibitan tanaman ini mmerlukan air yang banyak, dilakukan pasa musim penghujan.
(2) Jika peraturan itu tidak dijalankan, sebaiknya dibatalkan saja.
Kedua kalimat merupakan kalimat kompleks. Kalimat (1) berkonstruksi K+P+K. Kalimat (2) berkonstruksi K+K+P. Jadi, kedua kalimat kompleks tersebut tidak mengandung subjek yang eksplisit. Kelemahan inilah yang sering terjadi dalam penggunaan kalimat kompleks bahasa Indonesia. Persisnya, subjek kalimat diposisikan di dalam klausa bawahan (anak kalimat) bukan di klausa inti (induk kalimat)
8. Penggunaan Predikat yakni dan yaitu
Sering kita mendengar kata yakni dan yaitu dijadikan predikat, seperti dalam kalimat berikut.
(1) Yang akan bertindak sebagai penceramah dalam kesempatan ini yaitu Bapak Prayoga
(2) Tamu rombongan yang baru datang itu yakni tamu kita.
Ada anggapan bahwa kedua kata tersebut sama dengan ialah dan adalah yang merupakan kopula atau kata kerja gabung. Leksem yaitu dan yakni bukan kopula. Jadi keduanya tidak bisa difungsikan sebagai predikat kalimat.
9. Penggunaan Bentukan Kata Kerja me-i dan me-kan
Salah satu prinsip penggunaan dua bentukan yang secara maknawiah itu bertentangan adalah bahwa predikat bentukan me-i menghasilkan subjek kalimat itu “bergerak” (subjek bergerak), dan objek “diam”, sedangkan bentukan me-kanmenghasilkan subjek kalimat itu “diam” (subjek diam), dan objek “bergerak”.
Contoh :
(1) Kita harus menjauhi perselisihan dengan siapapun.
(2) Rupa-rupanya sopir itu menghindari tabrakan dengn mobil yang lain.
(3) Para demonstran melemparkan batu-batu itu kepada aparat.
(4) Pak Lurah memberikan hadiah itu kepada salah seorang penduduk.
10. Penggunaan Bentukan mewarisi dan mewariskan
Dalam KBBI tahun 2000,bentukan pewaris bermakna “yang memberikan warisan”, warisan bermakna “sesuatu yang diwariskan” mewariskan bermakna “memberikan warisan kepada”, mewarisi bermakna “memperoleh atau menerima warisan dari”, dan diwarisi bermakna “dijadikan warisan”.
11. Preposisi di,pada, dalam, dan ke
Ada beberapa prinsip yang selayaknya diperhatikan, yakni :
1) Kata depan di digunakan di depan kata benda yang mengandung makna tempat, dan makna tempat yang juga alat
2) Kata depan di tidak digunakan di depan kata benda yang mengandung makna waktu, manusia, dan makna yang berhubungan dengan bahasa
3) Kata depan dalam digunakan di depan kata benda yang menyatakan hal yang berhubungan dengan bahasa: tulisan,surat,pembicaraan, uraian,ceramah, pidato, paragraf, kalimat, klausa, kata, dan dalam satuan waktu tertentu seperti dalam waktu dua jam, dalam kesempatan itu, dalam peristiwa itu, dalam perang saudara itu, daam suatu hari ini
4) Kadang-kadang kata depan di bergabung dengan dalam seperti dalam bentukan di dalam laut,di dalam sumur, di dalam lemari. Terjadilah penggabungan fungsi kata depan di dan fungsi kata depan dalam
5) Kata depan pada digunakan di depan kata benda yang menyatakan waktu, manusia, dan binatang
6) Kata depan ke menyatakan arah dan tujuan. Karena itu, kata depan ke tidak bisa mengambil bentuk tiba ke, atau datang ke.
12. Ketidaklogisan Isi Kalimat
Kadang-kadang terjadi ketidaklogisan isi kaliat yang tidak terkontrol oleh pengguna bahasa. Mungkin juga diucapkannya kalimat-kalimat yang tidak logid itu sudah menjadi kebiasaan seseorang atau meniru ucapan orang lain dalam kegiatan yang sejenis.
Misalnya :
1) Hadirin yang terhormat, dimohon yang membawa HP atau alat komunikasi lainnya dimatikan untuk sementara.
2) Waktu dan tempat dipersilahkan
13. Objek berpreposisi
Ada dua buah kata yang sering menggangu kehadiran objek, yakni kata tentang atau mengenai dandaripada. Contoh :
1) Pedagang kaki lima yang tidak berdisiplin itu sangat menghambat daripada kelancaran lalu lintas.
2) Seminar itu akan mengkaji tentang peranan positif para pedagang kaki lima
3) Untuk memperlancar dan mempercepat daripada perkuliahan mereka, maka kita adakan program Remedial Course.
4) Kami sedang membahas mengenai penyelenggaraannya.
Kalimat di atas akan sepenuhnya terpadu (kohesif) jika kata-kata didepan objek, yakni daripada, tentang,dan mengenai ditanggalkan.
14. Keparalelan atau Kesejalanan
Untuk melahirkan kalimat yang bagus, cermat, serasi, dan bersentuhan dengan emosi penutur, pendengar, dan pembaca, dan kesejalanan struktur (parallelism structure) harus dijaga dan dikembangkan. Ada dua tipe keparalelan dalam kalimat, yaitu keparalelan struktur kata dan keparalelan struktur kalimat. Berikut contoh kalimat yang mengandung gejala ketidaksejalanan bentuk :
Ketidaksejalanan bentuk dan/atau jenis kata.
1) Konflik tidak akan terjadi jika kedua belah pihak bersikap jujur,bertanggung jawab, disiplin, dan komitmen terhadap kesepakatan.
2) Semakin dewasa setiap orang diharapkan semakin jujur,disiplin, mawas diri, dan tanggung jawab.
Ketidaksejalanan struktur kalimat.
1) Sejak didirikan sampai sekarang, Pimpinan Yayasan Pendidikan Anak Bangsa itu secara terus menerus membangun kampus pendidikannnya.
2) Karena tidak bertemu dengan unsur pimpinan, hadiah itu dititipkan kepada salah seorang karyawan.
Kalimat di atas mengandung ketidakjelasan anak kalimat (klausa bawahan) dengan induk kalimat (klausa inti). Berdasarkan isi kalimat dengan apa adanya, dalam kalimat (1) yang didirikan itu adalah Pimpinan Yayasan Pendidikan Anank Bangsa, bukan kampus pendidikannya; dalam kalimat (2) yang tidak bertemu dengan unsur pimpinan itu adalah hadiah itu. Jadi, ketidaksengajaan bentuk kalimat, bisa menjadikan isi kalimat tidak sesuai dengan logika. Jika kalimat di atas disejalankan, maka terjadilah kalimat dibawah ini :
1) Sejak didirikan sampai sekarang, kampus pendidikan itu secara terus menerus dibangun oleh Pimpinan Yayasan Pendidikan Anak Bangsa
2) Karena tidak bertemu dengan unsur pimpinan maka petugas menitipkan hadiah itu kepada salah seorang karyawan.
15. Kecermatan
Kadang-kadang kita menulis atau mengucapkan kalimat yang ditandai dengan adanya gejala ketidakcermatan. Contoh :
1) Pada kami ada uang dua puluh lima ribuan.
2) Karena sudah diintai dan diikuti jejaknya sejak beberapa minggu yang lalu sehingga polisi tidak memperoleh kesulitan untuk menangkapnya.
Kalimat-kalimat di atas akan menunjukkan adanya kecermatan berbahasa kalau bentuknya atau penulisannya diperbaiki menjadi seperti berikut :
1a) Pada kami ada uang dua puluh-lima ribuan. (20 x 5000)
1b) Pada kami ada uang dua-puluh-lima-ribuan. (1 x 25.000)
2a) Karena sudah mengintai dan mengikuti jejaknya sejak beberapa minggu yang lalu,polisi tidak memperoleh kesulitan untuk mengkapnya.
2b) Penjahat itu, jejaknya sudah diintai dan diikuti sejak beberapa minggu yang lalu sehingga polisi tidak memperoleh kesulitan untuk menangkapnya.
16. Konjungsi bahwa dan kalau
Dalam penggunaan bahasa akhir-akhir ini, konjungsi bahwa cenderung diganti dengan konjungsikalau. Padahal makna kedua konjungsi tersebut berbeda.
Contoh :
1) Apakah para wakil rakyat itu tidak tahu kalau di perdesaan masih banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan.
2) Sebenarnya Pak Menteri memahami kalau peraturan seperti itu sulit untuk dilaksanakan.
Tentu saja para pemerhati penggunaan bahasa Indonesia geregetan mendengar atau membaca kalimat seperti itu. Apa sulitnya untuk menggunakan konjungsi bahwa dalam hubungan antar bagian kalimat seperti itu. Bukankah konjungsi bahwa itu menyatakan hal yang sudah atau sedang terjadi atau hal yang faktual. Misalnya, kita tahu bahwa alam negeri ini kaya raya. Sudah kami katakanbahwa akan ada kesulitan dalam melaksankan peraturan itu. Konjungsi kalau adalah konjungsi yang menyatakan makna syarat, makna yang belum terjadi. Misalnya, Saya akan datang kalau Anda ada di tempat itu. Kalau cuaca bagus, penerbangan akan lancar. Jadi, kedua kalimat di atas harus berkonjungsi bahwa bukan kalau.
17. Problematik Penulisan Rincian
Ketika mengembangkan sebuah tulisan baik tulisan ilmiah maupun tulisan semi ilmiah, kadang-kadang kita menyatakan rincian informasi yang ditulis setelah frasa sebagai berikut atau seperti berikut.Persolannya ada pada penulisan huruf awal rincian, dan tanda baca pada akhir rincian. Apakah rincian itu diawali dengan huruf besar ? tanda baca apa yang diterakan di akhir setiap rincian, apakah tanda koma (,), titik koma (;) , atau tanda titik (.) ?
Tentang penulisan rincian seperti itu tidak secara langsung di kodifikasi dalam sistem ejaan bahasa Indonesia. Karena itu, untuk menjawabnya, kita beranalogi terhadap sistem penulisan kata, frasa, klausa, dan kalimat setelah tanda baca titik, koma, dan setelah titik koma (;). Di bawah dikemukakan alternatif penulisan rincian informasi yang layak di aplikasikan.
(1) Pada dasarnya, pembakuan sebuah bahasa terdiri atas 4 langkah, yakni langkah-langkah sbb:
1. Seleksi dan identifikasi,
2. Kodifikasi,
3. Elaborasi, dan
4. Akseptansi.
Bentuk rinciannya adalah kata. Dengan demikian, penulisannya diawali dengan huruf kecil dan diakhiri dengan tanda koma. Karena itu, setelah kata berikut diguakan tanda baca titik dua. Kata sambung dan digunakan menjelang akhir rincian karena rincian menggunakan tanda koma (,). Jika rincian menggunakan tanda baca titik koma (;) seperti pada contoh berikut, maka kata sambung dan tidak layak untuk digunakan.
(2) Indikasi keunggulan komparatif negeri ini adalah sbb:
a. Beriklim tropis;
b. Terletak di antara 2 benua;
c. Memiliki alam yang kaya raya.
Bentuk rinciannya adalah klausa (pola-pola kalimat) yang diakhiri tanda titik koma (;). Setiap rincian diawali dengan huruf kecil. Akibatnya setelah kata berikut digunakan tanda baca titik dua (:) .
(3) Indikasi keunggulan komparatif negeri ini adalah sbb:
a. Negeri ini beriklim tropis.
b. Negeri ini terletak di antara 2 benua.
c. Negeri ini memiliki alam yang kaya raya.
Bentuk rinciannya adalah kalimat. Iancian dawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik akibatnya, setelah kata berikut digunakan tanda baca titik (.).
(4) Indikasi keunggulan komparatif negeri ini adalah sbb:
a. negeri ini beriklim tropis;
b. negeri ini terletak di antara 2 benua;
c. negeri ini memiliki alam yang kaya raya.
Bentuk rincian mirip dengan contoh nomor (3). Rincian di contoh nomor (3) berbentuk kalimat, sedangkan dicontoh nomor (4) berbentuk klausa (pola-pola kalimat). Setiap rincian diawali dengan huruf kecil dan diakhiri dengan tanda titik koma (;). Karena itu, setelah kataberikut di gunakan tanda baca titik dua (:).
Itulah alternatif penulisan rincian. Jadi, bentuk bahasa dalam rincian itulah yang me-“ngendali”-kan penggunaan tanda baca dan penentuan huruf kapital atau huruf non kapital serta penggunaan kata sambung dan. Penomoran rincian bisa dengan angka Arab, huruf, atau tanda lain.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Problematika penggunaan bahasa ialah persoalan alternatif pengguanaan bahasa yang berkembang. Problematika semakin problematis, jika bentukan yang kurang atau tidak teratur cenderung lebih masyarakat dari pada bentukan yang lain. Dengan begitu, problematik penggunaan bahasa itu mudah untuk diselesaikan dan terus berkembang. Pada problematika penggunaan bahasa banyak hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun sebuah kalimat.
3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca supaya pembaca membaca materi secara cermat dan teliti, karena dalam problematika penyusunan kalimat materi yang disampaikan cukup banyak oleh karena itu butuh pemahaman, supaya pembaca dapat menerapkan mata kuliah sintaksis ini dengan bahasa
BEBERAPA GEJALA PROBLEMATIK PENYUSUNAN KALIMAT
Sunday, September 20, 2015 on Label: berapa, gejala, kalimat, penyusun, problematik
No comments:
Post a Comment